Keputusan MK dan Moralitas Pancasila

Keputusan MK dan Moralitas Pancasila

Kurangnya hikmat/kebijaksanaan dalam proses pengambilan keputusan inilah, menjadi tidak mengherankan jika Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi terhadap Ketua Hakim MK karena pelanggaran etis. Ini menunjukkan hilangnya hikmat/kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Itu belum mencakup pertimbangan-pertimbangan hikmat/kebijaksanaan dalam kerangka Ketuhanan dan kemanusiaan yang menjadi dasar moralitas.

Keputusan MK Melanggar Kedaulatan Rakyat?

Akhirnya, satu pertanyaan penting yang layak diajukan dalam pengabulan MK atas usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah: apakah keputusan itu melanggar prinsip kedaulatan rakyat? Jawabannya tentu saja: iya.

Pengaturan atas batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden seharusnya disusun oleh parlemen yang merupakan wakil-wakil rakyat. Wakil-wakil inilah yang secara sah menyusun undang-undang, termasuk undang-undang pemilu yang di dalamnya ada batas usia capres dan cawapres.

Dalam proses penyusunan undang-undang, ada diskusi dan perdebatan luas untuk mendapatkan hasil keputusan terbaik. Ini menjadi sarana paling sahih dalam menegakkan kedaulatan rakyat. Namun, keputusan MK yang menganulir aturan tersebut bukan saja bersifat elitis, tetapi juga menegasikan prinsip-prinsip itu. Keputusan MK menegasikan demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Oleh karena itu, drama politik yang disebabkan oleh putusan MK mengenai putusan batas usia capres dan cawapres, bukan saja menunjukkan apa atau siapa sebenarnya penyebab drama politik, tetapi sekaligus betapa putusan itu mencederasi prinsip-prinsip demokrasi Pancasila.

Kenyataan ini sungguh menyesakkan karena hal ini terjadi dan dilakukan oleh lembaga yang seharusnya menjadi “gawang akhir” bagi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar falsafah Bangsa Indonesia.

Penulis : Dr. Yoseph Umarhadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *